a. Pengertian Perjanjian Baru
Jilid kedua dari Alkitab umat Kristen disebut “Perjanjian Baru”. Dahulu juga disebut “Wasiat yang Baru. Adakah artinya: penetapan terakhir saja (wasiat), atau semacam “perjanjian”, iakatan timbal balik antara dua pihak, walaupun tidak setingkat.
Nama “Perajanjian Baru” itu tidak ditemukan dalam Alkitab sendirisebagaimana sebuah kitab. Nama “Perjanjian Baru” itu dibuat sejalan dengan kitab suci umat Israel dan umat Kristen bersama.
Judul “Perjanjian Baru” itu menunjuk kepada isi menyeluruh jilid kedua Alkitab umat Kristen itu. Isinya memang mengenai “Perjanjian Baru”, yang oleh Allah diikat dengan umat manusia melalui Yesus Kristus. Dengan istilah “perjanjian” dimaksudkan hubungan khusus dan tidak wajar yang terjalin antara Allah dan manusia. Alllah bersatu dengan umat manusia demi keselamatannya, berarti: keutuhan dan kebulatan manusia. Hubungan khusus itu dijalin Allah dalam manusia Yesus Kristus.[1]
b. Pembagian Perjanjian Baru
Dalam Perjanjian Baru itu terkumpul 27 Karangan.[2]
Saat ini isi Perjanjian Baru terdiri :
- 4 macam Injil masing-masing karangan Matius, Markus, Lukas dan Yahya, 1 kisah rasul-rasul
- 14 macam surat Paulus
- 1 surat Yaakub, 2 macam surat Petrus, 3 macam surat Yahya, 1 surat Yahuda
- 1 kitab Wahyu kepada Yahya
Melihat tebalnya maka 4 Injil itu hanya merupakan kurang dari separuh isi Perjanjian Baru. Tetapi bagi umat Nasrani 4 Injil itu sama kanoniknya dengan seluruh isi Perjanjian Baru lainnya. Di sini kita sudah lihat Injil sebagai kitab suci daripada Allah telah direndahkan derjatnya disamakan dengan karangan-karangan manusia. Belum lagi kita lihat bagaimana Injil yang empat sebenarnya bukanlah Wahyu murni lagi seperti kitab suci Al-Quran.
c. Isi Secara Global Perjanjian Baru[3]
Hingga pertengahan abad kedua Masehi secara resmi umat Nasrani belum mempunyai kitab suci lain yang kanonik (pengukur) selain kitab suci Perjanjian Lama (Taurat) orang Yahudi. Bedanya umat Yahudi dan umat Nasrani di kala itu hanyalah bahwa umat Nasrani di samping Perjanjian Lama itu juga mempunyai catatan-catatan ajaran Nabi Isa (ayat-ayat Injil) yang diwariskan oleh murid-murid Nabi Isa dahulu kala dan yang banyak tersimpan dan dipegang oleh jemaah-jemaah Nasrani di Jerusalem, Antiokia, Iskandariah dan tempat-tempat lainnya.
Catatan-catatan itu banyak berbeda satu sama lain dan makin lama makin berbeda, sebab sudah menjadi tabiat alam berita sejengkal jadi sehasta dan yang sehasta jadi sedepa apabila tidak segera diterima dan disatukan dengan resmi.
Masing-masing tempat dengan lingkungan sendiri-sendiri telah mengadakan catatan-catatan tambahan dengan pengaruh lingkungannya sendiri-sendiri pula. Perbedaan-perbedaan catatan menerbitkan perselisihan dan perselisihan-perselisihan itu makin lama makin besar.(Apa isi perselisihan-perselisihan itu kelak akan kita bicarakan dalam sejarah pertumbuhan Trinitas).
Pada awal abad kedua Masehi timbullah keinginan di kalangan ulama-ulama Nasrani untuk menyamakan catatan-catatan Injil yang berbeda-beda itu dalam satu Kitab Suci seperti Perjanjian Lama yang harus diakui sebagai kanun Perjanjian Baru bagi seluruh umat Nasrani. Tentu saja hal ini tidak semudah menyusun Hikayat Seribu Satu Malam yang memuat bermacam-macam cerita itu. Masing-masing jemaah mempertahankan kebenaran catatannya sendiri-sendiri. Tetapi akhirnya orang dapat menyetujui empat macam Injil karangan Matius, Markus, Lukas dan Yahya sebagai Injil yang sah meskipun keempat macam Injil itu sendiri satu sama lain masih banyak berbeda dan bertentangan isinya.
Berkenaan dengan penyusunan Perjanjian Baru ini Dr. H. Berkhof menulis dalam bukunya "Sejarah Gereja" muka 30 sebagai berikut : "Berdasarkan pendirian itu maka pada tahun 150 keempat kitab Injil yang kita kenal, sudah umum diakui "kanonik" (yaitu selaras dengan kanun). Demikianlah pula surat-surat rasul Paulus, dan kitab Kisah Rasul-rasul sebab ditulis oleh murid dan sahabat Paulus, yakni Lukas. Di antara segala "kitab wahyu" yang banyak itu, hanya Wahyu Yahya saja yang dipandang sah, meskipun ada juga yang berkeberatan terhadapnya.
Mengenai surat kiriman hanya secara beransur-ansur tercapai persetujuan, tetapi I Petrus dan I dan II Yahya segera dianggap "rasuli". Surat kepada orang Ibrani lama disangsikan di Barat, kerana tidak dikarang oleh seorang rasul.
Sebaliknya beberapa kitab yang lain dipandang kanonik oleh sejumlah jumaah. Yang dimaksud ialah karangan-karangan "Bapa-bapa Rasuli". Nama ini dipergunakan bagi beberapa pengarang pada zaman kemudian dari rasul-rasul, ialah Clemens, seorang anggota dewan gereja di Roma (tahun 95), Ignatius, Barnabas, Polykarpus, Papias, Hemras dan lain-lain lagi. Tulisan-tulisan bapa-bapa rasuli itu, dan kitab "Didache" ("Ajaran kedua belas rasul"), yang tersiar dan digemari di mana-mana, tidak dimasukkan ke dalam kanun, karena tidak memenuhi syarat-syarat yang terpapar di atas. Umumnya boleh dikatakan bahawa kitab Perjanjian Baru sudah ditetapkan kira-kira pada tahun 200 (secara definitif pada tahun 380)".
Dari tanggal ini kita dapat melihat betapa jauhnya jarak antara masa Nabi Isa dengan masa penyusunan secara definitif dari Perjanjian Baru itu yaitu hampir 400 tahun. Suatu masa yang penuh dengan perdebatan dan kesulitan dalam memilih ayat-ayat yang sah.
d. Kitab-Kitab Kanon dan Apokrif[4]
Kitab-kitab Kanon
1. Hanya satu kanon perjanjian baru
Daftar karangan yang termasuk kitab suci PB, seperti selesai terbentuk sekitar tahun 400Mas., disebut “kanon”. Kanon atau daftar itu sudah abad kelima tidak berubah lagi. Dalam rangka Gereja Katolik daftar 27 kitab itu kembali ditetapkan oleh konsili Florence (th. 1441), konsili Trente (th. 1546), konsili Vatikan I (th. 1870).
2. Kanon dan kanon
Kata Yunani “kanon” yang berarti gagah dipakai dengan arti “ukuran”. Daftar kitab sebagaimana lambat laun ditetapkan menjadi ukuran; yaitu: guna mengukur kitab-kitab manakah termasuk Alkitab.
3. Ukuran yang tidak di ukur
Jadi dengan menyusun daftarnya, umat Kristen mengangkat sejumlah 27, isi karangan itu, menjadi ukuran (kanon) iman kepercayaan serta penghayatannya bagi umat selanjutnya. Dalam kitab-kitab itu terungkap iman sejati dari umat pedana, generasi Kristen pertama.
Kitab-kitab Apokrip
Kata Yunani itu sebenarnya berarti: tersembunyi, (karangan-karangan) rahasia, yang hanya dikenal sejumlah kecil orang (kelompok). Tetapi biasanya kata itu dipakai dengan arti: palsu, gadungan, tidak sejati. Kitab-kitab apokrip itu ialah kitab-kitab yang nampaknya Kitab suci, tetapi sebenarnya palsu dan gadungan, kitab-kitab yang tidak diterima umat Kristen sebagai kitab suci.
Dari sekian banyak kitab apokrip yang pernah dikarang yang hanya disebut “injil barnabas”. Malah ada Kaum Muslim yang menganggap “Injil Barnabas” sebagai Injil asli. Sesungguhnya injil itu sebuah karangan dari abad keempatbelas, atau malah abad keenambelas Mas. (th. 1300-1500). Ditulis di Eropa Barat oleh seorang Muslim bekas Kristen. Penulis memakai macam-macam bahan yang diangkat dari mana-mana, sebagian dari injil-injil Kristen.
e. Teks-teks dan terjemahan[5]
Adalah salah jika kita mengira bahwa setelah disusun, Injil itu merupakan Kitab Suci pokok bagi agama Kristen, sehingga orang membaca dan mempergunakannya sebagai orang Yahudi membaca dan menggunakan Perjanjian Lama. Pada waktu itu yang menjadi autoritas adalah tradisi lisan yang membawakan kata-kata Yesus dan ajaran sahabat-sahabatnya. Tulisan pertama yang beredar dan bernilai sebelum Injil adalah surat-surat Paulus; bukankah surat-surat itu telah ditulis beberapa puluh tahun sebelum Injil?
Kita sudah membicarakan bahwa sebelum tahun 140 tak ada bukti bahwa orang mempunyai kumpulan tulisan-tulisan Bibel, walaupun beberapa orang ahli tafsir Injil menulis yang sebaliknya daripada itu. Kita harus menunggu sampai tahun 170 untuk melihat Injil memperoleh kedudukan literatur Kanon.
Pada tahun-tahun pertama setelah munculnya agama Kristen, beredarlah berrnacam-macam tulisan mengenai Yesus. Tulisan-tulisan itu tidak dianggap autentik dan Gereja memerintahkan supaya tulisan-tulisan itu disembunyikan. Inilah asal timbulnya kata: apokrif (Injil yang disembunyikan). Dari pada teks tulisan-tulisan tersebut ada sebagian yang terpelihara baik karena mendapat penghargaan umum, seperti surat atau ajaran Barnabas, tetapi banyak lainnya yang dijauhkan secara brutal sehingga yang ada sekarang hanya sisa-sisanya dalam bentuk fragmen. Begitulah yang dikatakan oleh Terjemahan Ekumenik. Karena dianggap sebagai penyebab kesesatan, maka tulisan-tulisan tersebut dianggap tidak ada. Walaupun begitu, karangan seperti Injil orang-orang Nazaret, Injil orang Ibrani, Injil orang Mesir yang diketahui oleh pendeta-pendeta gereja, mempunyai kedudukan yang hampir sama dengan Injil Kanon. Begitu juga Injil Tomas dan Injil Barnaba.
Diantara tulisan-tulisan apokrif (yang diperintahkan Gereja supaya disembunyikan) banyak yang memuat perinci-perinci yang bersifat khayalan, yaitu yang dihasilkan oleh imaginasi orang awam.
Banyak pengarang-pengarang tentang Injil aprokrif menyebutkan dengan rasa puas paragraf-paragraf yang menertawakan. Akan tetapi pengarang-pengarang semacam itu sesungguhnya dapat ditemukan dalam semua Injil. Kita masih ingat gambaran kejadian-kejadian khayalan yang oleh Matius dikatakan telah terjadi pada waktu matinya Yesus. Orang dapat menemukan paragraf-paragraf yang tidak serius dalam tulisan-tulisan puluhan tahun pertama daripada agama Kristen; tapi perlu kejujuran untuk mengenal tulisan-tulisan itu.
Terlalu banyaknya tulisan-tulisan mengenai Yesus mendorong Gereja yang sedang dalam pengorganisasian untuk melenyapkannya. Mungkin seratus Injil telah dimusnahkan. Hanya empat Injil tetap dipelihara untuk dimasukkan dalam daftar resmi naskah-naskah yang kemudian dinamakan "Kanon."
Pada pertengahan abad II, Marcion mendesak pembesar-pembesar agama untuk mengambil sikap. Ia adalah musuh yang sangat benci terhadap orang-orang Yahudi. Ia menolak seluruh Perjanjian Lama, dan tulisan-tulisan yang muncul sesudah Yesus tidak ada lagi, yang nampak dekat atau berasal dari tradisi Yahudi Kristen. Marcion hanya mengakui tulisan-tulisan Paulus dan Injil Lukas, oleh karena ia mengira bahwa Lukas adalah juru bicara Paulus.
Gereja memaklumkan bahwa Marcion adalah orang murtad, dan memasukkan dalam Kanon segala surat-surat Paulus, serta Injil Matius, Markus, Lukas dan Yahya, dan menambahnya dengan beberapa tulisan lagi seperti Perbuatan Para Rasul. Meskipun begitu daftar resmi selalu berubah menurut waktu selama abad-abad pertama Masehi. Tulisan-tulisan yang kemudian dianggap tidak berharga (apokrif) termasuk dalam Kanon untuk sementara waktu, dan tulisan-tulisan yang termasuk dalam Kanon yang sekarang (Perjanjian Baru), pada waktu itu tidak termasuk di dalamnya. Rasa keragu-raguan menguasai tulisan-tulisan tersebut berlangsung sampai Konsili Hippione pada tahun 393 dan Konsili Carthage tahun 397. Tetapi Injil empat selalu termuat di dalam Kanon Kristen bersama. R.P. Boismard menyesalkan sekali hilangnya literatur yang banyak itu yang diputuskan oleh Gereja sebagai apokrif, oleh karena literature tersebut mempunyai nilai sejarah yang besar, Boismard sendiri dalam bukunya Ringkasan empat Injil' menilai tulisan-tulisan yang hilang itu sama pentingnya dengan Injil yang empat yang resmi. Buku-buku tersebut masih ada dalam perpustakaan-perpustakaan pada akhir abad IV M.
Abad IV adalah waktu pemberesan yang serius. Manuskrip Injil yang komplit dan yang tertua ditulis pada abad itu. Dokumen-dokumen sebelum itu, papirus-papirus abad III, satu papirus yang mungkin berasal daripada abad II hanya mengandung fragmen-fragmen. Dua manuskrip tua dari kulit adalah manuskrip Yunani dari abad IV. Dua manuskrip tersebut adalah: Codex Vatikanus yang kita tak tahu tempat penggaliannya, disimpan di Perpustakaan Vatikan dan yang satu lagi, Codex Sinaitikus yang terdapat di gunung Sinai sekarang disimpan di British Museum di London. Manuskrip ini mengandung dua tulisan apokrif.
Menurut Terjemahan Ekumenik di Dunia ini ada 250 manuskrip kulit, yang paling akhir adalah dari abad XI. Tetapi semua copy Perjanjian Baru yang sampai kepada kita adalah tidak sama, ada perbedaan-perbedaan penting, dan perbedaan itu banyak jumlahnya.
Perbedaan-perbedaan itu ada yang hanya mengenai perincian gramatika, kalimat, atau urut-urutan kata, tetapi ada juga perbedaan yang merubah arti seluruh paragraf. Jika kita ingin mengetahui perbedaan teks, kita dapat membaca Novum Testamentum Graece (Perjanjian Baru Yunani). Buku tersebut memuat teks Yunani "tengah-tengah" yakni teks sintese, dengan catatan-catatan perbedaan-perbedaan yang terdapat dalam versi yang bermacam-macam.
Keaslian (autentitas) sesuatu teks manuskrip selalu dapat diperdebatkan, Codex Vatikanus dapat kita jadikan contoh. Penerbitan Vatikan pada tahun 1965 dibubuhi suatu peringatan asli yang mengatakan "beberapa abad sesudah copy asli (lebih-kurang abad X atau XI), seorang tukang naskah telah mengulangi tulisan manuskrip tersebut dengan tinta kecuali huruf-huruf yang dikira salah." Ada bagian-bagian daripada manuskrip tersebut di mana terdapat huruf-huruf asli dengan wama coklat masih tetap kelihatan, dan merupakan kontras dengan teks yang lain yang ditulis dengan warna coklat tua. Kita tak dapat mengatakan bahwa perbaikan naskah itu dilakukan secara jujur. Peringatan tersebut di atas juga mengatakan: Belum dapat dibedakan secara definitif tangan-tangan yang banyak jumlahnya yang mengkoreksi atau menambah manuskrip asli selama berabad-abad; memang ada koreksi yang dibuat ketika teks tersebut diperbarui (dengan tinta baru). Padahal dalam semua teks, manuskrip-manuskrip selalu dikatakan sebagai copy abad IV. Kita harus membandingkan suatu teks dengan teks yang disimpan di Vatican untuk mengetahui apakah ada tangan-tangan yang merubah teks tersebut beberapa abad kemudian.
Orang dapat membantah dan mengatakan bahwa teks-teks lain juga dapat dipakai untuk perbandingan, tetapi bagaimana memilih perbedaan-perbedaan yang merubah arti? Kita tahu bahwa sebuah koreksi lama dari seorang tukang naskah dapat menyebabkan reproduksi definitive daripada teks yang telah dikoreksinya itu. Kita mengerti betul bagaimana suatu kata yang terdapat dalam Injil Yahya, yaitu kata Paraklet, telah merubah sama sekali arti paragraf dan membalikkan arti tersebut dari segi teologi.
Di bawah ini adalah tulisan O. Culmann mengenai perbedaan-perbedaan teks yang ditulis dalam bukunya: Perjanjian Baru.
"Perbedaan-perbedaan itu kadang-kadang terjadi karena kesalahan-kesalahan yang tidak disengaja; umpamanya tukang naskah lupa menulis satu kata, atau sebaliknya menulis kata itu dua kali; atau mungkin juga sebagian kalimat (phrase) tak tertulis oleh karena bagian itu terletak dalam manuskrip si tukang naskah, antara dua kata yang sama. Kadang-kadang perbedaan teks itu disebabkan oleh karena koreksi-koreksi yang dilakukan dengan sengaja; atau tukang naskah memberanikan diri untuk mengkoreksi teks menurut pikirannya pribadi, atau si tukang naskah ingin menyesuaikan teksnya dengan teks lain, untuk menghilangkan perbedaan. Ketika tulisan-tulisan yang terkumpul dalam Perjanjian Baru diputuskan untuk dipisahkan dan literatur Kristen primitif (terdahulu) dan dianggap sebagai Kitab Suci, maka para ahli naskah tidak berani lagi untuk melakukan koreksi terhadap pekerjaan-pekerjaan tukang naskah sebelum mereka; mereka mengira bahwa mereka membuat copy dari teks asli dan dengan begitu mereka sudah mengokohkan perbedaan-perbedaan yang ada. Kadang-kadang tukang naskah menulis catatan di pinggir halaman untuk menerangkan suatu kalimat yang tidak terang. Tukang naskah yang datang kemudian mengira bahwa kalimat yang tertulis di pinggir halaman itu merupakan kalimat yang tadinya telah dilupakan oleh seorang tukang naskah sebelumnya, dan ia merasa perlu untuk memasukkan catatan pinggiran tersebut ke dalam teks. Dengan begitu, dapat terjadi pula bahwa teks yang baru itu menjadi lebih kabur.
Tukang-tukang naskah beberapa manuskrip bersikap sangat leluasa terhadap teks. Ini adalah kasus tukang naskah suatu manuskrip yang sangat terhormat setelah dua manuskrip tersebut di atas, yaitu: Codex Bezae Cantabrigiensis dari abad VI. Tukang naskah menemukan perbedaan antara silsilah keturunan Yesus dalam Injil Lukas dan dalam Injil Matius; kemudian ia memasukkan silsilah Matius ke dalam naskah Injil Lukas yang dimiliki; tetapi karena yang dalam Injil Lukas memuat lebih sedikit nama-nama orang dalam silsilah, maka ia beri tambahan-tambahan (tetapi tak berhasil mengadakan penyesuaian).
Apakah terjemahan Latin seperti Vulgate karya Yerome (abad IV) dan terjemahan-terjemahan yang lebih kuno (Vetus Itala), terjemahan bahasa Syriaq dan bahasa Kibti (Mesir kuno), semua itu lebih jujur daripada manuskrip Yunani? Terjemahan-terjemahan tersebut mungkin dibikin menurut manuskrip yang lebih kuno tetapi yang sudah hilang. Kita tidak tahu. Orang telah berhasil mengelompokkan teks-teks Injil dalam beberapa kelompok yang masing-masing mempunyai ciri-ciri umum. O. Culmann membagi sebagai berikut:
1). Teks Syria yang mungkin menjadi dasar manuskrip-manuskrip Yunani yang sangat kuno. Teks ini tersiar di Eropah pada abad XVI, sudah berupa cetakan. Teks ini adalah teks yang terburuk menurut pendapat para ahli.
2). Teks Barat, dengan versi Latin yang kuno dan dengan Codex Bezae Cantabrigiensis Yunani dan Latin. Menurut Terjemahan Ekumenik teks tersebut mempunyai ciri-ciri suka kepada penafsiran, kepada hal-hal yang kurang tepat kepada ulangan kata-kata (paraphrase) dan kepada penyesuaian (harmonisasi).
3). Teks netral yang juga meliputi Codex Vatikanus dan Codex Sinaitikus, teks ini dipandang jauh lebih murni. Cetakan-cetakan modern daripada Perjanjian Baru mengikutinya, meskipun sesungguhnya teks ini juga mengandung banyak cacad (Terjemahan Ekumenik).
"Kritik teks paling jauh hanya memberikan kesempatan kepada kita untuk mencoba menyusun kembali suatu teks yang mendekati teks asli. Akan tetapi sudah terang tak ada jalan untuk sampai kepada teks asli tersebut." (Terjemahan Ekumenik)
f. Kanonisasi Perjanjian Baru
Injil Sebelum Kanonisasi
Mungkin sangat mengejutkan bagi sebagian besar kaum Kristen jika menyadari bahwa tulisan-tulisan Kristen awal hanya memberi sedikit perhatian kepada kata-kata dan perbuatan-perbuatan Yesus. Misalnya, surat-surat Paulus (Saulus dari Tarsus) hanya memberikan kiasan-kiasan sangat sederhana mengenai Yesus dalam sejarah (historical Jesust). Begitu sederhana, dalam gereja Kristen awal yang menghasilkan literatur Kristen pertama yang dipelihara, yaitu aspek dari gereja awal yang biasanya diidentifikasi sebagai Paulus atau non-Yahudi, Yesus dalam sejarah diidentikkan dengan apa yang diyakini sebagai proses pengilhaman dan pewahyuan yang terus berjalan. Oleh karenanya, apa yang dikatakan, dilakukan, atau diwahyukan oleh Yesus dalam sejarah sama sekali berlebihan. Yang penting adalah bahwa setiap individu bisa mengklaim otoritas ilahi bagi pernyataan-pernyataan dan tulisan-tulisannya, dengan menyeru pada pengilhaman dan pewahyuan yang terus berjalan melalui Yesus yang konon "dibangkitkan-kembali". Kenyataannya, seluruh klaim Paulus terhadap otoritas apostolik (rasuli) didasarkan pada penegasan yang membesarkan diri-sendiri.[6] Dengan demikian, injil-injil yang diakui berkaitan dengan kehidupan, sejarah, dan perkataan-perkataan Yesus sebenarnya merupakan perkembangan yang relatif belakangan dalam literatur Kristen awal.[7]
Biasanya selalu dinyatakan oleh para sarjana alkitabiah bahwa pada awalnya, injil-injil tersebut berupa seni sastra selama perempat terakhir abad pertama Masehi.[8] Lebih jauh, hingga kira-kira tahun 130 M, salah seorang Bapa Rasuli, yaitu, Papias, uskup Hierapolis, belum benar-benar menyebut injil sebagai nama.[9] Selain itu, bahkan setelah injil-injil itu mulai tampil sebagai satu bentuk karya sastra, injil-injil tersebut tidak sering dikutip sebagai teks otoritatif oleh para pendeta gereja awal. Kenyataannya, selama pertengahan pertama abad ke-2 M, kata-kata yang dianggap berasal dari Yesus sebagaimana dicatat dalam pelbagai macam injil jarang sekali dianggap sebagai teks otoritatif. Baru menjelang akhir perempat ketiga abad ke-2 M, injil-injil tersebut mulai memiliki peran sebagai kitab suci yang otoritatif dalam gereja-gereja Kristen awal.[10] Namun, tulisan injil kemudian mulai mengambil bentuk seni sastra, dan ini akhirnya mengarah pada munculnya injil yang sangat banyak. Berikut ini daftar injil-injil yang berhasil diidentifikasi.
DAFTAR INJIL-INJIL SEBELUM KANONISASI[11]
1. Injil Markus
2. Injil Matius
3. Injil Lukas
4. Injil Yohanes
5. Dialog Sang Juru Selamat
6. Injil Andreas
7. Injil Apelles
8. Injil Bardesanes
9. Injil Barnabas
10. Injil Bartelomeus
11. Injil Basilides
12. Injil Kelahiran Maria
13. Injil Cerinthus
14. Injil Hawa
15. Injil Ebionit
16. Injil Orang-orang Mesir
17. Injil Encratites
18. Injil Empat Wilayah Surgawi
19. Injil Orang-orang Ibrani
20. Injil Hesychius
21. Injil Masa Kecil Yesus Kristus
22. Injil Judas Iskariot
23. Injil Jude
24. Injil Marcion
25. Injil Mani
26. Injil Maria
27. Injil Matthias
28. Injil Merinthus
29. Injil Menurut Kaum Nazaret.
30. Injil Nikomedus
31. Injil Kesempurnaan
32. Injil Petrus
33. Injil Philipus
34. Injil Pseudo-Matius
35. Injil Scythianus
36. Injil Tujuh Puluh
37. Injil Thaddaeus
38. Injil Tomas
39. Injil Titan
40. Injil Kebenaran
41. Injil Dua Belas Rasul
42. Injil Valentinus
43. Protevangelion James
44. Injil Rahasia Markus
45. Injil Tomas tentang Masa Kecil Yesus Kristus.
Injil Setelah Kanonisasi
Dua puluh tujuh kitab yang disebut Perjanjian Baru dalam Alkitab merupakan kitab suci yang khusus bagi agama Kristen. Di antara ke-27 kitab ini (buka: Alkitab), salah satunya adalah kitab Wahyu Yohanes, 1 berupa sejarah gereja awal (Kisah Para Rasul), 21 merupakan surat-surat dari jenis yang satu atau lainnya (Paulus dan lainnya), dan 4 disebut sebagai injil (Markus, Matius, Lukas, dan Yohanes). Sangatlah tidak mungkin bahwa ke-27 kitab ini ditulis oleh setiap orang yang memiliki hubungan langsung dengan Yesus,[12] meskipun masing-masing dari keempat injil itu memuat sejarah ajaran dan kenabian Yesus.
Sangat mungkin bahwa kanon Perjanjian Baru berkembang secara bertahap selama beberapa abad. Pada awalnya, selama tiga abad pertama dari apa yang disebut era Kristen, tidak ada konsep mengenai kanon yang resmi dan tertutup berkenaan dengan kitab suci Perjanjian Baru. Beragam kitab dipandang sebagai kitab suci bergantung pada kekuatan klaimnya yang menyatakan sendiri bahwa kitab tersebut diwahyukan dari Tuhan. Peredaran dan popularitasnya di berbagai gereja Kristen menentukan kekuatan klaim itu. Akibatnya, apa yang dulunya dianggap sebagai kitab suci di satu tempat tidak lagi selalu dianggap demikian di tempat lain.
Namun demikian, pada awal abad ke-4 M, situasi tersebut mulai berubah. Dalam bukunya Ecclesiastical History, Eusebius Pamphili, uskup Kaisarea pada abad ke-4 M, mengusulkan sebuah kanon kitab suci Perjanjian Baru di mana ia mengabaikan banyak kitab yang sekarang ditemukan dalam Perjanjian Baru. Pada tahun 367 M, Athanasius, uskup Aleksandria, mengedarkan sepucuk surat Orang Timur, yang memasukkan daftar pertama kitab suci Perjanjian Baru yang sesuai dengan Perjanjian Baru sekarang, meskipun hanya beberapa tahun sebelumnya ia telah memperjuangkan Gembala Hermas (The Shepherd of Hermas) sebagai kitab suci yang akurat dan kanonik. Kitab suci Perjanjian Baru kemudian diratifikasi oleh Dewan Hippo tahun 393 M, Sinode Chartage tahun 397 M, dan Dewan Carthagina tahun 419 M. Namun demikian, tidak seluruh gereja Timur sepakat dengan kanon yang diusulkan ini hingga saat ketika terjemahan dalam bahasa Suriah yang kira-kira muncul pada tahun 508 M akhirnya sesuai dengan kanon ini.[13]
Dengan demikian, memerlukan waktu tiga hingga lima abad untuk mengikuti selesainya kenabian Yesus sebelum gereja-gereja Kristen awal merumuskan kanon akhir yang terdiri atas 27 kitab, yang kini merupakan Perjanjian Baru. Di antara ke-27 kitab ini, Al-Qur'an hanya merujuk pada Injil Yesus; empat injil kanonik agama Kristen pasti bukan merupakan kitab wahyu ini, meskipun mereka memasukkan bagian-bagian dari kitab ini dalam pelbagai catatan mereka mengenai "sabda-sabda" yang konon berasal dari Yesus.
g. Siapa Penulis Injil
Pendapat Prof. E.P. Sanders:
"We do not know who wrote the gospels.... Present evidence indicates that the gospels remained unfitted until the second half of the second century. I have summarized this evidence elsewhere...The gospels as we have them were quoted in the first half of the second century, but always anonimously. . Names suddenly appear about the year 180."[14]
Mereka ini adalah orang-orang Romawi pengikut Paulus yang menulis Injil bukan untuk bacaan umat Yahudi (umatnya Yesus) tetapi untuk kepentingan orang-orang Romawi penganut filsafat Yunani.
Sebenarnya ada lebih 300 Injil yang berbeda-beda yang tersebar di masing-masing gereja tanpa diketahui siapa penulisnya. Pemberian nama-nama Injil baru dilakukan tahun 180 demi kepentingan mempertahankan Injil-injil yang diinginkan untuk masuk dalam kanonisasi Alkitab.
Jadi kalau pembaca melihat nama Matius dan Yohanes, jangan sekali-kali membayangkan bahwa Injil yang mencantumkan nama mereka adalah tulisan mereka. Ini hanyalah sekedar upaya Gereja mencatut nama mereka agar sidang kanonisasi mau menerimanya masuk dalam Alkitab.
Ini dijelaskan pula oleh Prof. Alvar Ellegard:
"Thus we can only conclude that ascribing the authorship of the Gospels to a certain of Jesus' disciples was a step taken towards the mid- second century AD by member of the Church who, like Papias and Justin, were eager to find - or indeed fabricated -support for the view that the Gospels they chose to accept as canonical were the memories of Jesus' contemporaries"[15]
Dengan mencantumkan nama murid-murid Yesus berarti Injil tersebut harus diterima karena ditulis oleh murid Yesus atau saksi mata kehidupan Yesus.
Demikian pula Gereja, tetap saja menyembunyikan kepada jemaat mereka kenyataan bahwa Injil yang mereka pilih sesungguhnya bukan hasil kerja murid-murid Yesus. Ini dijelaskan pula secara detail oleh Herman Hendrickx dalam bukunya From One Jesus, to four Gospels.
Pendapat yang sama juga dikemukakan oleh Spong:
"I contended that the authors of the synoptic Gospels, Matthew, Mark, and Luke, were not eyewitnesses, nor were these Gospels even based primarily on eyewitness memories of the life of Jesus."[16]
h. Sumber-sumber bahan penyusunan Injil[17]
O.Culmann dalam bukunya: Perjanjian Baru (1967), Presses Universitaire de France, menulis bahwa "para pengarang Injil adalah juru bicara dari masyarakat Kristen asli yang menentukan tradisi lisan; selama 30 tahun atau 40 tahun, Injil hanya ada dalam bentuk tradisi lisan; tradisi meriwayatkan kata-kata atau hikayat-hikayat yang terpisah-pisah. Para pengarang Injil menghubungkan hal-hal yang terpisah itu, masing-masing menurut caranya dan seleranya serta perhatian teolognya yang khusus. Pengelompokan kata-kata Yesus sebagai rangkaian riwayat-riwayat dengan kata-kata penghubung yang kabur seperti: sesudah itu, selekasnya, dan lain-lain yang terdapat dalam Injil-Injil Sinoptik hanya merupakan susunan literer dan tidak mempunyai dasar sejarah."
Pengarang tersebut meneruskan: "Kita harus ingat bahwa yang menjadi pedoman kelompok primitif (asli) dalam menentukan tradisi mengenai kehidupan Yesus bukan perhatian terhadap sejarah hidup Yesus, akan tetapi kebutuhan untuk berdakwah untuk pendidikan dan untuk beribadah. Para rasul menggambarkan kebenaran kepercayaan yang mereka dakwahkan dengan cara meriwayatkan kejadian-kejadian dalam kehidupan Yesus. Khotbah-khotbah mereka itulah yang menentukan hikayat-hikayat tersebut. Kata-kata Yesus diriwayatkan khususnya dalam pengajaran kateketiknya Gereja asli.
Para penyusun "Terjemahan Ekumenik dari pada Bibel" tidak menyebutkan mengenai penyusunan Bibel kecuali terbentuknya tradisi lisan di bawah pengaruh nasehat-nasehat murid Yesus dan juru-juru dakwah lainnya. Pemeliharaan bahan-bahan tersebut dalam Injil adalah dengan jalan dakwah, liturgi, pengajian-pengajian para penganut agama yang setia. Kemungkinan tersusunnya bentuk tertulis mengenai kepercayaan, kata-kata tertentu dan pada Yesus seperti Hikayat Penyaliban umpamanya, para pengarang Injil memakai bentuk tertulis bersama dengan tradisi oral untuk menghasilkan teks yang sesuai dengan lingkungan yang bermacam-macam, untuk memenuhi kebutuhan Gereja, untuk menunjukkan pemikiran tentang kitab suci, untuk membetulkan yang salah dan untuk menjawab argumentasi lawan. Dengan begitu maka para pengarang Injil mengumpulkan secara tertulis hal-hal yang mereka dapatkan sebagai tradisi lisan, masing-masing menurut pandangan dan seleranya."
Sikap kolektif yang diperlihatkan oleh 100 ahli tafsir Perjanjian Baru Katolik dan Protestant berbeda sekali dengan garis yang ditetapkan oleh Konsili Vatikan II dalam penyusunan dogmatik tentang Wahyu, yaitu penyusunan yang dikerjakan antara tahun 1962 dan tahun 1965. Kita telah menyebutkan di atas tentang dokumen penting yang dihasilkan oleh Konsili tersebut mengenai Perjanjian Lama. Konsili Vatikan II telah mengatakan bahwa fasal-fasal Perjanjian Lama mengandung hal-hal yang tidak sempurna dan lemah (imparfait et caduc), akan tetapi Konsili tersebut tidak memberikan "reserve" yang sama terhadap Injil. Sebaliknya Konsili tersebut menyebutkan:
"Semua orang tahu bahwa di antara tulisan-tulisan Kitab suci, termasuk yang terdapat dalam Perjanjian Baru, Injil-Injil menunjukkan kelebihan yang menonjol, karena Injil itu merupakan kesaksian yang tertinggi tentang kehidupan dan ajaran kata Tuhan yang menjelma menjadi manusia, juru selamat kita. Di mana saja dan kapan saja, Gereja selalu mempertahankan bahwa empat Injil itu berasal dari para Rasul (sahabat Isa). Injil-Injil itu adalah apa yang telah diceramahkan oleh para Rasul dengan mengikuti perintah Yesus. Oleh karena itu maka para Rasul dan orang-orang yang selalu dekat dengan mereka, telah mendapat inspirasi suci dari Ruhul Kudus dan meriwayatkan tulisantulisan yang merupakan dasar kepercayaan Kristen, yakni Injil, dengan empat bentuknya yaitu Injil Matius, Injil Markus, Injil Lukas dan Injil Yahya." "Ibu Suci (Gereja) selalu berpegang dengan kuat bahwa empat Injil yang diberi sifat bersejarah telah menyampaikan dengan penuh amanat segala apa yang diperbuat dan diajarkan oleh Yesus, putra Tuhan, selama ia hidup di antara manusia sampai ia diangkat ke langit. Para pengarang suci kemudian menyusun Injil empat yang memberikan kepada kita segala yang benar dan jujur mengenai Yesus."
Kata-kata yang kita kutip daripada Konsili Vatikan II itu menunjukkan secara tegas kepercayaan bahwa Injil telah meriwayatkan perbuatan dan perkataan Yesus. Akan tetapi kita merasakan ketidakserasian antara pernyataan Konsili tersebut dengan pernyataan pengarang-pengarang yang kita sebutkan sebelumnya, khususnya kata kata R.P. Kannengiesser: "Kita tidak boleh memahami Injil-lnjil secara harafiah, oleh karena Injil itu merupakan tulisan-tulisan daripada keadaan-keadaan tertentu atau tulisan-tulisan perjuangan yang penulis-penulisnya memelihara tradisi masyarakat mereka mengenai Yesus dengan tulisan."
"Injil-Injil adalah teks-teks yang menyesuaikan diri dengan bermacam-macam lingkungan, memenuhi kebutuhan-kebutuhan Gereja, melontarkan pikiran-pikiran mengenai Kitab suci, membetulkan kesalahan-kesalahan dan menjawab argumentasi lawan. Dengan begitu, Injil-injil mengumpulkan dan menuliskan apa yang mereka terima dari tradisi lisan, menurut pandangan-pandangan pribadi mereka." (Terjemahan Ekumenik dari Injil).
Nyata sekali hahwa antara deklarasi Konsili Vatikan dan sikap-sikap yang lebih baru terdapat kontradiksi. Tidak mungkin untuk menyesuaikan deklarasi Vatikan II yang mengatakan bahwa dalam Injil, kita menemukan riwayat yang jujur tentang perbuatan dan perkataan Yesus, dengan adanya kontradiksi, kekeliruan, kemustahilan material dan pemberitaan yang bertentangan dengan realitas ilmiah yang sudah pasti.
Sebaliknya, jika kita memandang Injil sebagai ekspresi dari pandangan-pandlangan pribadi dari orang-orang yang mengumpulkan tradisi-tradisi lisan yang terdapat dalam bermacam-macam kelompok, kita tidak merasa heran jika kita menemukan dalam Injil-Injil itu keterangan-keterangan yang menunjukkan bahwa Injil-lnjil tersebut ditulis oleh orang-orang dalam suasana yang telah kita terangkan di atas. Mereka itu dapat saja merupakan orang-orang yang sangat jujur walaupun mereka itu meriwayatkan hal-hal yang memuat kontradiksi dengan pengarang-pengarang lain karena mereka sendiri tak pernah merasa curiga akan kebenarannya, atau mungkin sekali karena ada persaingan keagamaan antara dua kelompok, mereka itu menyajikan riwayat kehidupan Yesus menurut kaca mata yang sangat berlainan dengan kaca mata lawannya.
i. Kedudukan Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru dalam tradisi Kristen
Kedudukan PL dan PB ini dalam tradisi umat Kristen ini bisa kita lihat dengan kasat mata, bagaimanapun PL dan PB ini menjadi pedoman bagi umat Kristen tersendiri.
Seiring dengan berjalannya waktu pasti ada perubahan baik dalam PL maupun PB, tetapi ini bagi mereka tetap menjadi panduan hidup merekan.
j. Konsep al-Qur’an tentang Taurat, Zabur, dan Injil
Menurut al-Qur’an[18], semua kitab yang disebut dalam Qur’an, baik Taurat, Zabur dan Injil serta Qur’an bersumber pada kitab Induk (Ummul Kitab) di surga. Kebenaran yang Allah wahyukan kepada para nabi, belum merupakan kebenaran, demikian pun yang diturunkan kepada Muhammad. Menurut Qur’an, pada tiap-tiap periode zaman Tuhan menurunkan kitab suci, dan di antara kitab-kitab itu tidak ada pertentangan, melainkan saling melengkapi :
Bagi tiap-tiap masa ada Kitab (yang tertentu)[19]. Allah menghapuskan apa yang Dia kehendaki dan menetapkan, dan di sisiNyalah terdapat Ummul Kitab. (Surat 13:38)
Sesungguhnya Kami telah memberikan wahyu kepadamu sebagaimana Kami telah memberikan wahyu kepada Nuh dan Nabi-nabi yang kemudiannya, dan Kami telah memberikan wahyu (pula) kepada Ibrahim, Isma'il, Ishak, Ya'qub dan anak cucunya, Isa, Ayyub, Yunus, Harun dan Sulaiman. Dan Kami berikan Zabur kepada Daud. (Surat 4:163)
Dari sekian banyak wahyu yang diberikan kepada para nabi, ada yang berupa suhuf (lembaran pendek); ada yang berupa kitab. Qur’an mengenal adanya 4 kitab Wahyu, yakni Taurat, Zabur, Injil dan Qur’an. Taurat dan Injil mendapat kedudukan yang penting sebagai “petunjuk dan cahaya” bagi orang Yahudi, Nasrani dan juga Islam[20] :
Sesungguhnya Kami telah menurunkan Kitab Taurat di dalamnya (ada) petunjuk dan cahaya (yang menerangi) yang dengan Kitab itu diputuskan perkara orang-orang Yahudi oleh nabi-nabi yang menyerahkan diri kepada Allah, oleh orang-orang alim mereka dan pendeta-pendeta mereka, disebabkan mereka diperintahkan memelihara kitab-kitab Allah dan mereka menjadi saksi terhadapnya. Karena itu janganlah kamu takut kepada manusia, (tetapi) takutlah kepada-Ku. Dan janganlah kamu menukar ayat-ayat-Ku dengan harga yang sedikit. Barangsiapa yang tidak memutuskan menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang yang kafir. (Surat 5:44)
Dan Kami iringkan jejak mereka (nabi nabi Bani Israil) dengan Isa putera Maryam, membenarkan Kitab yang sebelumnya, yaitu: Taurat. Dan Kami telah memberikan kepadanya kitab Injil sedang di dalamnya (ada) petunjuk dan cahaya (yang menerangi), dan membenarkan kitab yang sebelumnya, yaitu Kitab Taurat. Dan menjadi petunjuk serta pengajaran untuk orang-orang yang bertaqwa. (Surat 5:46)
Wahai orang-orang yang beriman, tetaplah beriman kepada Allah dan Rasul-Nya dan kepada kitab yang Allah turunkan kepada Rasul-Nya serta kitab yang Allah turunkan sebelumnya. Barangsiapa yang kafir kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, rasul-rasul-Nya, dan hari kemudian, maka sesungguhnya orang itu telah sesat sejauh-jauhnya. (Sura 4:136). dan Dan mereka yang beriman kepada Kitab (Al Quran) yang telah diturunkan kepadamu dan Kitab-kitab yang telah diturunkan sebelummu[21], serta mereka yakin akan adanya (kehidupan) akhirat[22]. (Surat 2:4)
Qur’an diturunkan khusus bagi orang-orang Arab yang tidak berkitab dan tidak mengerti bahasa-bahasa Kitab sebelumnya. Pada masa Muhammad, Alkitab di tanah Arab belum beredar secara luas, dan Alkitab yang ada ditulis dalam bahasa Ibrani, Aram, Koptik, Etiopia. Yang lebih banyak adalah Targum (terjemahan Taurat dalam bahasa Syria disertai tafsiran). Sedangkan Alkitab bahasa Arab baru diterjemahkan setelah lahirnya agama Islam. ) Orang Arab membutuhkan kitab dalam bahasanya sendiri. Qur’an mengatakan:
(Kami turunkan al-Qur’an itu) agar kamu (tidak) mengatakan : Bahwa Kitab itu hanya diturunkan kepada dua golongan[23] saja sebelum kami, dan sesungguhnya kami tidak memperhatikan apa yang mereka baca[24]. (Surat 6:156)
Dan kalau al-Qur’an itu Kami turunkan kepada salah seorang dari golongan bukan Arab, lalu ia membacakannya kepada mereka (orang-orang kafi); niscaya mereka tidak akan beriman kepadanya (Surat 26:198-199)
Dari itu Qur’an tidak mengklaim diri sebagai wahyu baru. ) Ia menjadi baru bagi orang-orang Arab jahiliyah. Selanjutnya Qur’an pun tidak mengatakan sebagai wahyu yang lengkap. Ia merupakan sebagian dari yang diwahyukan kepada nabi-nabi terdahulu :
Dan sesungguhnya telah didustakan (pula) rasul-rasul sebelum kamu, akan tetapi mereka sabar terhadap pendustaan dan penganiayaan (yang dilakukan) terhadap mereka, sampai datang pertolongan Allah kepada mereka. Tak ada seorangpun yang dapat merobah kalimat-kalimat (janji-janji) Allah. Dan sesungguhnya telah datang, kepadamu sebahagian dari berita rasul-rasul itu (Surat 6:34)
Maka masih ada hal-hal yang belum dijelaskan dalam Qur’an yang perlu ditanyakan kepada Alkitab :
Kami tiada mengutus sebelum engkau (ya Muhammad) melainkan beberapa orang laki-laki, yang kami wahyukan kepada mereka, sebab itu tanyakanlah kepada orang-orang Ahli Kitab (orang Yahudi dan Nasrani) jika kamu tidak tahu (Surat 21:7 terjemahan Mahmud Yunus)
Dari pernyataan Qur’an itu, jelas bahwa :
1. Taurat, Zabur dan Injil serta suhuf para Nabi bersama Qur’an bersumber kepada Ummul Kitab.
2. Alkitab tetap berlaku bagi orang Yahudi , Nasrani bahkan Islam (Sura 2:4, Sura 4:136).
3. Bahwa Alkitab menjelaskan hal-hal yang kurang jelas dalam Qur’an (Sura 21:7)
Pada masa kini berkat Gerakan Pembaruan Islam, mulai muncul kesadaran untuk menempatkan al-Qur’an secara proporsional, tidak dilebih-lebihkan sebagaimana kepercayaan Islam fundamentalis dan tradisional. Misalnya seperti yang dikatakan Dr.Harun Nasution[25] : “Pindah ke soal mana dogma, mana bukan dogma dalam Islam, baik ditegaskan terlebih dahulu bahwa di dalam al-Qur’an terdapat segala-galanya adalah pendapat yang tidak sesuai dengan kenyataan dan telah ditolak oleh pemikir-pemikir pembaruan dalam Islam. Dalam konsep pembaruan, al-Qu’ran bukanlah kitab yang mengandung segala hal seperti ilmu pengetahuan, ilmu kemasyarakatan, ilmu politik, ilmu hukum dan sebagainya….Al-Qur’an hanya mengandung prinsip-prinsip tentang hidup kemasyarakatan umat…) Pandangan Nasution tidak beda dengan sarjana pembaru lain, seperti Dr.Fazlur Rahman[26] yang mengatakan al-Qur’an adalah sebuah buku prinsip-prinsip dan seruan moral.) Itu berarti bahwa Qur’an bukan juga buku dokumen yang memuat terperinci tentang ajaran iman maupun rincian kitab-kitab suci lain. Secara prinsip Qur’an mengakui keabsahan Alkitab, tanpa menyebut isi maupun jumlah buku-buku dalam Alkitab, Qur’an menganjurkan : “tanyakanlah kepada orang-orang ahli Kitab, jika kamu tiada tahu” (Sura 21:7)
[1] Dr. C. Groenen Ofm, Pengantar ke dalam Perjanjian Baru (Yogyakarta: Penerbit Kanisius, 1984), h. 11.
[2] Dr. C. Groenen Ofm, Pengantar ke dalam Perjanjian Baru (Yogyakarta: Penerbit Kanisius, 1984), h. 12.
[4] Dr. C. Groenen Ofm, Pengantar ke dalam Perjanjian Baru (Yogyakarta: Penerbit Kanisius, 1984), h. 22-23.
[5] Dr. Maurice Bucaille, BIBEL, QUR-AN, dan Sains Modern, Judul Asli: La Bible Le Coran Et La Science, Alih bahasa: Prof. Dr. H.M. Rasyidi, Jakarta: Penerbit Bulan Bintang, 1979
[8] A) Duncan GB (1971) B) Davies JN (1929a) C) Moffat J (1929) D) Sunberg AC (1971) E) Pherigo LP (1971) F) Asimov J (1969) G) Mack BL (1996) H) Nineham DE (1973) I) Leon Dufour X (1983) J) Kee HC (1971) K) Fenton JC (1973) L) Baird W (1971) M) Shepherd MH (1971)
[9] Rujukannya adalah kepada Markus, yang dinisbahkan kepengarangannya pada seorang penerjemah Petrus, salah seorang murid Yesus. Penting dinyatakan bahwa rujukan oleh Papias dengan jelas menyatakan bahwa pengarang Markus tidak pernah bertemu dengan Yesus, dan bukan salah seorang pengikut Yesus. Lebih jauh, Papias menyatakan bahwa ia lebih menyukai tradisi-tradisi lisan daripada injil-injil tertulis yang akrab dengannya. (Jerald F. Dirks [2001])
[11] A) Platt RH, Brett JA (eds) B) Cameron R (1982) C) Pagels E (1979) D) Robinson JM (1990) E) Hennecke E, Schneemelcher W, Wilson RM (1963)
[14] Prof. E.P. Sanders dalam bukunya: The Historical Figure of Jesus, h. 63-64
[15] Prof. Alvar Ellegard, dari University of Guteborg, Sweden dalam bukunya: Jesus, One Hundred Years before Christ, h. 188
[16] Spong dalam bukunya: Why Christianity Must Change or Die, h. XV
[18] Perjanjian Lama diterjemahkan lengkap ke dalam bahasa Arab baru pada abad ke- 9 boleh Sa’adiyah Ga’on; Perjanjian Baru oleh Ishaq Hunaini. “Ancient Version The Interpreter’s Dictionary of The Bible”
[19] Tujuan ayat ini ialah pertama-tama untuk membantah ejekan-ejekan terhadap Nabi Muhammad s.a.w. dari pihak musuh-musuh beliau, karena hal itu merendahkan martabat kenabian. Keduanya untuk membantah pendapat mereka bahwa seorang rasul itu dapat melakukan mukjizat yang diberikan Allah kepada rasul-Nya bilamana diperlukan, bukan untuk dijadikan permainan. Bagi tiap-tiap rasul itu ada Kitabnya yang sesuai dengan keadaan masanya.
[20] Dr.H.A.R Gibb: “Muhammad tidak sekali-kali mengakui telah membawa wahyu baru, Beliau menegaskan bahwa kitab yang diberikan kepadanya hanyalah suatu pernyataan baru dari agama yang telah diberikan kepada nabi-nabi sebelumnya. Islam Dalam Lintasan Sejarah., h. 52
[21] Kitab-kitab yang telah diturunkan sebelum Muhammad s.a.w. ialah kitab-kitab yang diturunkan sebelum Al Quran seperti: Taurat, Zabur, Injil dan Shuhuf-Shuhuf yang tersebut dalam Al Quran yang diturunkan kepada para Rasul. Allah menurunkan Kitab kepada Rasul ialah dengan memberikan wahyu kepada Jibril a.s., lalu Jibril menyampaikannya kepada Rasul.
[22] Yakin ialah kepercayaan yang kuat dengan tidak dicampuri keraguan sedikitpun. Akhirat lawan dunia. Kehidupan akhirat ialah kehidupan sesudah dunia berakhir. Yakin akan adanya kehidupan akhirat ialah benar-benar percaya akan adanya kehidupan sesudah dunia berakhir.
[23] Yakni orang-orang Yahudi dan Nasrani.
[24] Diturunkan Al Quran dalam bahasa Arab agar orang musyrikin Mekah tidak dapat mengatakan bahwa mereka tidak mempunyai kitab karena kitab yang diturunkan kepada golongan Yahudi dan Nasrani diturunkan dalam bahasa yang tidak diketahui mereka.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar